“Aku bingung nih, si Faris sms mulu tanya jawabannya,
menurut kamu aku terima dia atau gak?” Nada gelisah menatap pesan singkat dari
Faris yang sudah 3 hari ini selalu muncul di layar ponselnya. Dia bingung harus
berbuat apa. Setelah tragedi perdana nya di tembak secara langsung oleh Faris,
dia tak pernah membalas satupun sms dari Faris. Ya, 3 hari yang lalu, Faris
mengajak Nada ke pantai. Di bawah langit senja yang damai, Faris mengungkapkan
perasaannya pada Nada dengan cara yang sebenarnya simpel, hanya saja agak tidak
tepat. Dia memberikan sebuket bunga berwarna kuning pada Nada. Bunga berwarna
kuning, bukan merah.
“Kalo menurutku sih, terserah kamu aja, Nad. Toh yang mau
ngjalanin kan kamu,” Alin berkomentar sambil mengunyah potongan kentang goreng
yang di pesannya tadi.
“Kalo terserah aku sih ngapain aku tanya pendapat kalian ?”
katanya kesal.
“Hehe, iya juga yah, tapi susah juga sih, Nad. Kalo kamu
suka yaudah terima aja, kalo gak yaudah tolak, gampang kan ?” kata Alin lagi.
“Gampang nenekmu ompong ?!! kalo aku terima dia, kasian
dia, kalo aku tolak dia, aku gak tega, dia baik banget sama aku lho,” ucapnya
bimbang.
“Yaudah terima aja kalo emang gak tega mau nolak, nanti
kalo udah 1 bulan, putusin, ntar juga gak bakal ngejar-ngejar lagi, gitu aja
repot,” usul Sasa.
“Nah, boleh juga tuh sarannya Sasa,” timpal Alin.
“Gitu yah ? Yaudah deh aku coba,” Nada memencet beberapa
tombol keypadnya. Dalam kalimat singkat itu, dia menyatakan bahwa dia menerima
Faris. Mungkin ini terlalu cepat bagi Nada, dia tidak pernah berpikir apa yang
akan terjadi nanti. Yang terpenting adalah, dia tidak mau menyakiti orang yang
selama ini baik padanya. Siapa lagi kalo bukan Faris, cowok yang sudah 3 bulan
dia kenal via facebook.
Sebenarnya ada hal yang tidak pernah Nada ceritakan pada
Alin dan Sasa tentang kejadian yang menurutnya sangat konyol dan memalukan.
Nada tidak mau dua sahabatnya ini justru akan marah pada Faris karna kejadian
saat pertama kali dirinya diajak jalan oleh Faris. Ya, di gedung olahraga sore
itu, ada final pertandingan basket antara sekolah Nada dan sekolah Faris. Faris
mengajak Nada untuk nonton bersama. Tapi......
“Kamu masuk ke dalem dulu aja ya, aku mau ke temen-temenku
dulu disana, nanti pas pulang aku sms kamu,” ucap Faris setelah membayar tarif
parkir. Nada terkejut tapi dia hanya mengangguk pelan. Tentu saja, dia tidak
pernah mau di tinggal sendirian di tempat rame seperti ini. Apalagi disuruh
masuk duluan. Betapapun hatinya sangat gondok saat itu juga, ingin rasanya dia
mengutuk Faris atas sikap tidak bertanggungjawabnya ini. Ditambah lagi dia
kesasar di gerombolan anak-anak dari sekolah Faris, ini sungguh memalukan. Tapi
apa mau dikata ? Faris sudah mengantarnya kesini, apa tega dia marah untuk
membalas kebaikan Faris ? Tidak.
“Aku seneng lho, akhirnya kamu nerima aku juga, kamu tau
gak? Selama 3 hari aku gak bisa tidur nungguin jawaban dari kamu,” kata Faris. Dia
memandang wajah Nada dengan seksama. Ada rasa bahagia di tatapan matanya.
“Aku juga seneng. Oh ya ? kamu gak bisa tidur ? kenapa ?”
tanya Nada sambil menyeruput jus sirsak kesukaannya.
“Iya, aku takut aja kamu nolak aku, tapi ternyata kamu
nerima aku,” katanya lagi. Nada hanya tersenyum.
“Eh tapi, kamu nerima aku bukan karna kamu kasian sama aku
kan ? kamu sayang sama aku kan ?” tanya Faris dengan tatapan menyelidik.
“Hah?!! Uhukkk uhukkk!!!” Nada kaget. Dia batuk karna
keselek. Ada sesuatu dengan pertanyaan Faris yang baru saja didengarnya.
Hatinya merasa bersalah. Sebersit kekhawatiran terlihat di sudut matanya.
“Hey, kenapa ? ya ampuun , hati-hati dong sayang kalo minum
jangan buru-buru, sini aku lapin pake tisu,” kata Faris dengan penuh perhatian.
“Gak kenapa-napa kok, pulang yuk ? aku baru inget kalo
besok ada tugas presentasi,” kata Nada. Wajahnya terlihat merah. Dia benar-benar
gugup. Entah dia harus jawab apa jika pertanyaan itu diulang oleh Faris.
“Yaudah yuk kita pulang,” ucap Faris lembut.
Selama perjalanan, Nada hanya diam. Dia masih memikirkan
pertanyaan Faris tadi. Jadi, apa yang membuatnya menerima Faris ? kasian atau
sayang ? entahlah. Hati dan pikirannya seakan mati saat itu juga. Ada penolakan
pada hatinya saat dia akan menjawab sayang, tapi hatinya juga sesak jika harus
mengatakan bahwa dia hanya kasian dengan Faris.
“Kamu kenapa ? kok diem ?” kata Faris memulai pembicaraan.
Dia bingung melihat Nada yang dari tadi hanya diam.
“Gak kenapa-napa, aku pengin cepet-cepet sampe rumah,”
jawabnya singkat.
“Oh, yaudah. Ini sebentar lagi juga sampe kok.” Faris
memilih ikut diam dan memfokuskan pandangannya pada jalan raya.
Awal pekan yang cerah. Hari ini Nada bangun agak siang dari
biasanya. Dia buru-buru. Segala sesuatunya dia kerjakan dengan cepat dan tentu
saja tidak semuanya benar. Ada buku yang tidak sempat dia masukkan ke dalam
tasnya. Seragamnya tidak sempat dia rapikan. Rambutnya pun tidak sempat dia
sisir. Ponselnya juga tidak sempat dia lirik.
“Pagi sayang,” sapa Faris saat dilihatnya Nada keluar dari
pintu rumahnya.
“Ngapain kamu disini ?” tanya Nada bingung.
“Lhoh tadi kan aku udah sms mau jemput kamu, kita ke
sekolah bareng ya ? yuk berangkat,” katanya.
“Aku gak mau, aku mau berangkat sama papah, kamu berangkat
aja sana, lagian kan sekolah kamu agak jauh, ini udah siang, nanti kamu telat,”
kata Nada agak ketus.
“Udah gakpapa, berangkat sama aku aja, yuk,” ajak Faris
lagi.
“Kamu denger gak sih aku ngomong apa ? aku gak mau!!! Aku
mau berangkat sama papah!!! Gak usah bikin marah bisa gak sih ?!!” ucap Nada
lagi. Kali ini dia tidak bisa menahan marahnya.
“Iya udah, maaf kalo aku bikin kamu marah, aku berangkat
dulu ya,” Faris menyerah. Dia tidak ingin melihat cewek yang di sayanginya
marah. Faris melambaikan tangannya saat akan pergi, tapi Nada tidak
menggubrisnya.
“Kenapa kamu ? sepet banget mukanya, gak enak diliat,” kata
Alin ketika malihat sahabatnya datang dengan wajah yang mengenaskan.
“Aku bete sama Faris,” jawab Nada singkat. Dia membanting
tasnya lalu duduk di kursinya.
“Bete nape ? Baru juga jadian kemaren, udan bete-betean,
payah,” goda Alin.
“Masa dia jemput aku ke rumah coba? Katanya dia mau nganter
aku berangkat sekolah, apa banget kan ?” tutur Nada dengan wajah sebal.
“Lhoh bagus dong itu, banyak lho cewek yang pengin di
perhatiin sampe kayak gitu, lagian jaman sekarang jarang banget ada cowok yang
baik banget kayak Faris, kamu beruntung dapetin dia, Nad,” kata Alin kagum.
“Tapi aku gak suka, Lin!!! Aku risih digituin!!” tukas Nada
lagi seraya mendengus kesal.
“Jangan bilang kalo kamu gak suka sama Faris ? kamu
terpaksa nerima dia ? kamu gak sayang sama dia ?” sederet pertanyaan keluar
dari bibir Alin. Pertanyaan yang hampir sama dengan pertanyaan Faris kemarin.
“Iya!! Aku gak suka sama Faris!! aku terpaksa nerima dia!!
Aku gak sayang sama dia!!!” Nada tidak bisa menahan lagi. Bagaimanapun juga,
cinta tak dapat dipaksakan. Dia baru sadar, ini bukan tentang tidak tega atau
kasian, tapi tentang hati. Dia menjawab pertanyaan Alin dengan tegas dan
mantap. Dia tidak mau membohongi perasaannya sendiri dan menyakiti perasaan
Faris lebih lama lagi.
“Kamu gila!!!!!” bentak Alin.
“Aku gak tau harus apa, Lin. Aku cuma nurutin kata Sasa
tempo hari,” kata Nada pelan. Dia menunduk.
“Tapi dengan catatan kamu ada perasaan sama dia!! Bukan
buat main-main gini, Nad!! Kamu sadar gak sih, secara gak sengaja kamu udah
bohongin dia dan nyakitin hatinya dia!!! Mikir, Nad!!! Mikir pake otak!!” emosi
Alin kian memuncak. Dia shock dengan apa yang dilakukan sahabatnya. Ini jauh
dari perkiraannya.
“Cukup, Lin!!! Jangan marah sama aku!! Kamu kira aku juga
gak sakit hati?!! Aku juga sakit!! Aku gak mau lama-lama kayak gini!! Pokoknya
aku harus putusin Faris!!” ucap Nada tegas.
“Gak!!
Kamu harus minta maaf sama dia, Nad!!”
kata Alin lantang tapi sayang, kata-katanya tak di gubris oleh Nada.
Siang harinya, Nada sama sekali tak menghiraukan sms
ataupun telpon dari Faris. hatinya sudah cukup sakit sekarang. Dia tidak mau
menyiksa dirinya lebih lama lagi.
Hingga sore pun, Nada masih saja tidak merespon segala
bentuk tindakan Faris untuk menghubunginya. Malamnya.....
“Nad, ada Faris tuh,” kata mamah.
“Suruh pulang aja, Mah.” jawab Nada singkat.
“Lho, gak mau ah , temui dulu,”
Atas permintaan Mamahnya, akhirnya Nada menemui Faris
sebelum dia pergi.
“Mas Faris mau pergi sama mba Nada ya ?” tanya mamah.
“Gak kok tante, Nada ada acara sendiri, gak sama Faris,”
jawab Faris sopan.
“Mah, Nada berangkat,” pamit Nada seraya mencium tangan
mamahnya. Dia sama sekali tidak menengok pada Faris.
“Iya, hati-hati ya,”
“Faris juga jalan dulu ya, Tan,” pamit Faris sambil mencium
tangan mama Nada juga.
Tidak ada obrolan yang menyenangkan saat itu. Semuanya
terasa aneh bagi Faris. seperti ada yang di sembunyikan oleh Nada. Lama-lama,
dia tidak enak hati melihat perlakuan Nada yang berbeda kepadanya.
Di jalan.....
“Nad, jangan ngebut bawa motornya, berenti dulu, aku mau
ngomong sama kamu,” kata Faris setengah berteriak. Dia mengimbangi kecepatan
Nada yang tergolong cepat.
“Apa sih!! Jangan ikutin aku lagi!!! Kita putusss!!!!”
jawab Nada lantang.
“Nad, tolong jangan emosi, kita bisa bicarain ini
baik-baik, berenti, Nad. Berenti,” kata Faris lagi.
“Gak mau!!!! Pokoknya kita putusss!!! Dan jangan ikutin aku
lagi!!!!”
“Nad, aku mohon , aku gak mau putus sama kamu , aku sayang
sama kamu, aku gak mau kehilangan kamu, tolong, Nad, berenti dulu,” mohon
Faris.
“Bodo amat!!!!!” kata Nada seraya menyalip sebuah truk dari
arah kanan.
Bruuukkkkkkkkkkk!!!! Sraaaaaaaaaaaaakkkkkk!!
Jeddddaaaarrrrr!!!!!
Tiba-tiba mobil dari arah berlawanan menabrak seorang
pengendara motor yang hendak menyalip truk juga. Suaranya begitu memekakkan
telinga dan terdengar tragis. Nada menghentikan motornya di pinggir jalan dan
langsung melihat korban yang sudah di kerumuni banyak orang.
“Permisi, saya mau liat, permisi,” ucap Nada. Kemudian dia
menangis. Hatinya terasa dihantam batu besar. Nafasnya sesak.
“Faris?” Nada mulai menangis. Dia tidak kuat melihat
sekujur tubuh Faris yang penuh darah segar. Kakinya patah hingga tulangnya
terlihat. Pergelangan tangannya memutar hingga telapak tangannya dia atas. Nada
langsung meminta pertolongan dan membawa faris ke rumah sakit. Tapi ternyata
takdir berkata lain. Faris menghembuskan nafas terakhirnya tepat saat ambulan
datang. Nada tak bisa berkata apa-apa. Tangisnya mulai pecah. Penyesalanpun
menyergap seluruh hati dan pikirannya.
“Faris, maafin aku, seharusnya aku gak nglakuin itu,
seharusnya aku dengerin omongan kamu buat berenti, dan seharusnya aku gak
mutusin kamu,kamu orang baik, Ris, maafin aku, aku janji gak bakal ngulangin
kesalahanku lagi, maafin aku, Ris,” Nada masih terisak di samping gundukan
tanah dengan nisan bertuliskan nama Faris. Dia sangat menyesal.
Sumber : http://tinrosidah.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar